Sunday, February 22, 2015

A Quick Note for All of Us

Earlier today I read a Facebook status of one of my friends. I will spare the details for privacy matters, but basically she said she got really butthurt by her certain circle of friends (at least what was she thought as friends) and she decided to leave that circle for good.
Reading that, I kinda pity her choice for leaving so easily for something that she deemed as "insulting", where in fact it's just how those friends of her showing how close they were, and it's their way of joking really, no offensive intention, but I agree with her point where she says that often sensitive things for some people are sensitive things for another.
I guess this is a lesson for us all that we might not knowing our friends well enough, especially knowing what's okay and not okay for them, because some people apparently have their own limits in things like joking. As an introvert, I really understand this. I really understand how some people—in my case, my extrovert friends—can be annoying sometimes; expressing their friendship by teasing us and pushing us to our limits when I know that actually they mean no harm. Or not. Yeah I'm not that naive to say that it's merely "a way to express friendship" but also "a way to show one's superiority in a funny fashion". But thank God I'm a very laid-back person so whenever people try to make fun of me I'd usually just roll my eyes and shrugs it off the next day (I reaaally want to counter by making a clever comeback, but I can't *sigh*). But even people like me got butthurt every now and then, and even if it doesn't last for days or results in something permanent (like my said friend about to do), it usually put me straight in a very foul mood. You know you really offend me when I suddenly fall silent, but you'll find me talking to you in the next day (faster if you apologise).
So, I got two advices for two types of person.
First of all, if you're a well-known class clown, please make note of which people that is okay to make fun of and which people that isn't. And what their limits are. Using people merely to show how funny you can be is not a good thing in the first place, so you should really really reconsider your action. Even the chillest people have a thing or two that might makes them snap. You know you're fucked up if you managed to piss off the chillest people.. And it's nothing to be proud of. Just saying.
Secondly (and lastly), this is for those who feel like you're constantly being made fun of and you're sick of it: you should know that some people was born insensitive and prone to use other people to fuel their jokes, so you shouldn't take it into account and dismiss it as another lame joke. I know it's hard and you really want to show how asshole and insenstivite they are, but rather than get mad for days—which I highly doubt will make them feel bad, because they're insensitive, remember?—you should tell 'em straight into their face instead. Better yet if you could come up with a clever comeback, which is the best way to shut these kinds of people up and makes you look 1000 times cooler.
That's all. I just feel like writing this.

Thursday, February 12, 2015

Semester 7 di Tahun Terakhir (Aamiiin) Kuliah

Wah ini udah bulan kedua kuliah di semester 8 (iya, gue udah setua itu) tapi gue belom bikin review semester 6 nih, maka baiklah, demi setor postingan gue bakal review sekarang. Maklum males udah mulai sibuk.

Psikologi Sosial
Ini udah keberapa kali ya gue ambil matkul pilihan DKV yang berawalan 'psikologi' karena iming-iming paket A? Tapi tolong jangan kemakan omongan orang-orang, karena gue pernah ngambil Psikologi Terapan dan 'cuma' dapet AB, padahal tugas ngumpulin semua dengan baik dan benar huft. Nah nggak tau deh kalo PsikoSos ini paket A apa nggak, daftar kuliahnya sih battle royale alias rebutan karena cepet penuh, tapi alhamdulillah nilai gue berkata demikian. Btw, PsikoSos ini beda dengan matkul-matkul psiko sebelumnya yang pernah gue ambil, karena dosennya beda, gaya kuliahnya beda, tugasnya pun beda. PsikoSos kuliahnya di ruang seminar FSRD yang super adem, beda sama matkul-matkul psiko sebelumnya yang dosennya sama semua dan kuliahnya di ruang LFM yang luas tapi cukup panas. Kuliahnya pun lebih rumpun karena dosen atau asdosnya lebih jelas dalam menerangkan materi (ya ruang kuliahnya juga lebih kecil sih jadi lebih gampang), slide-nya pun lebih menarik. Materinya sendiri udah menarik sih menurut gue, intinya tentang psikologi audiens dan pengaruh media, komunikasi banget ya? Jadi sekalipun gue dapet selain A ya gue nggak nyesel-nyesel amat hehe. Btw seperti halnya matkul-matkul psiko yang lain, PsikoSos juga ada tugas besar di akhir, berkelompok se-prodi. But instead of makalah, kita disuruh bikin sesuatu (prakarya?) yang sesuai sama prodi kita dan mengandung unsur Indonesia. Contohnya gue nih anak seni rupa, kelompok gue bikin kartu abjad dengan ilustrasi manual yang isinya pengenalan istilah-istilah slang/gaul/prokem khas Indonesia kayak mager, fulus, sepokat, dll. Gambar menyusul ya :))

Studio Seni Rupa Dwimatra III
Alias Pra-TA. Pra-TA ini semacam persiapan buat TA gitu, mahasiswa udah disuruh mikirin tema teknis dll yang mau dipake buat karya TA lo, meski karya TA nggak harus nyambung dari pra-TA. Kalo udah dipikirin, baru deh kita asistensi beberapa kali ke dosen studio masing-masing sampe akhirnya jadi dan dipresentasiin. Nah, untung banget semester ini gue dapet dosen studio yang enak; baik dan ngomongnya jelas, jadi mau asistensi pun selow aja. Oh ya, kuliah studio di semester ini full asistensi, jadi ketemu dosen cuma buat ngomongin karya dan nunjukkin progress pra-TA aja, nggak ada tugas lain. Itupun ketemuannya bisa dihitung jari karena dosennya sering nggak ada (biasalah, dosen SR). Alhamdulillah pra-TA gue lancar dan ide sama visualisasinya direstui dosen gue ini, jadi kemungkinan besar gue bakal ngelanjutin karya ini buat TA. Doain aja semoga TA gue juga lancar dan gue dapet dosen ini lagi sebagai pembimbing ya, abisnya dia udah ngerti banget karya gue hahaha, kalo dapet dosen lain takutnya dirombak abis-abisan tema sama tipe visualisasinya. Btw, kuliah ini mengajarkan gue bahwa sesungguhnya 'the power of kepepet' itu beneran ada dan beneran ampuh, karena fyi gue baru bikin karya pra-TA sekitar 2 hari sebelum deadline, akhirnya karya gue yang tadinya direncain berjumlah 4 biji A2 gue reduksi jadi 2 biji A2 dan 1 biji A3. Iye gue deadliner garis keras alias males banget T_T jangan ditiru ya guys, ini semua gara-gara gue terlalu terlena sama dosennya yang selow dan meremehkan teknis karya sendiri. Oh ya gambar juga menyusul deh ya :))

Seni Eksperimental
Perlu diketahui bahwa sesungguhnya matkul ini adalah matkul yang bikin gue excited saat jaman pertama dan taun kedua dulu gara-gara liat pameran senior, betapa naifnya gue.. Karena Seni Eksperimental ini sebelas dua belas sama Seni Ruang Publik II, bedanya nggak pake proposal-proposalan aja dan cakupan seninya lebih luas. Seni Eksperimental ini lo dibebasin mau bikin apa dan mau ngapain, selama lo bisa mempertanggungjawabkan makna dan urgensi karya lo ke dosen. Performance art masuknya ke matkul ini juga sih. Contoh aja sih, salah satu temen gue ada yang pura-pura nikah sama temen gue yang lain, bahkan sampe bikin foto pre-wedding dan bikin upacara kecil-kecilan di gedung kampus hahaha. Denger-denger dari senior, makin gila karyanya makin disukai, kalo karya lo gila lo dapet A, kalo biasa aja ya AB. KATANYA lho yaa, karena faktanya gue dan temen gue rata-rata dapet B :| Oh ya, lagi-lagi gue menjadi deadliner garis keras (tapi temen-temen gue mostly jadi deadliner di matkul ini) dan tugas yang seharusnya dikerjakan satu semester ini akhirnya gue rampungkan selama seminggu terakhir menjelang finalisasi karya plus pameran. Iya, tugas matkul ini emang selalu ditampilin di pameran di akhir semester. Karya gue sendiri semacam eksperimen sosial yang terinspirasi dari public art kali ya, jadi gue nempel beberapa kertas ukuran A2 di mading-mading kampus tentang.. Well, liat sendiri aja ya di foto. Intinya gue minta respon dari para mahasiswa menyikapi fenomena 'IP oriented' dan imej kampus ITB yang konon mahasiswanya terlalu serius dan akademis. Hahaha. Kebetulan timingnya tepat karena gue nempel pas musim-musim UAS. Dan yak, meski mungkin banyak orang yang merasa karya gue "gampang banget" (I know who you are!) secara teknis dibanding karya temen-temen gue karena gue cuma modal nekad, kertas, dan spidol, tapi gue tetep merasa tertantang karena mesti ngecekin karya gue tiap hari, takutnya dicabut satpam kampus karena penempelan gue itu termasuk ilegal dan bahkan salah satu spotnya bukan di mading tapi langsung di tembok :)) But ya I admit emang gue belom maksimal sih bikin karyanya, dikit lagi cuma 3++, maafkan aku yah kurator-kurator sayang huhuhu. Anyway salah satu karya gue ada yang luntur kena air ujan yang merembes dan gue baru sadar pas udah mau finalisasi pameran, alhasil gue impromptu dengan nempelin karya gue (yang masih kosong) di pameran buat direspon para pengunjung pameran hehe. Nih foto-fotonya pra pameran, kalo gak keliatan tulisannya klik aja buat memperbesar.

Dokumentasi terakhir sebelom luntur kena aer ujan, padahal aslinya udah diisi penuh loh :'(


Ini nih yang paling ilegal, bukan di mading soalnya hahaha. Yang anak FSRD pasti tau ini dimana

Publikasi Karya
Matkul Seni Eksperimental dan Publikasi Karya berada di satu semester yang sama harusnya menjadi momok menakutkan karena satu matkul nyuruh bikin karya gede per individu dan yang satunya bahkan nyuruh bikin acara atau pameran dari 0, per kelompok. Kebayang nggak hecticnya? Nah, untungnya niiiih, semester 7 gue bertepatan dengan Pasar Seni, jadi panitia Pasar Seni (termasuk gue yang gabut ini) cukup melakukan tugasnya dengan baik dan jangan lupa mendokumentasikan sub-acara yang menjadi tanggungjawabnya. Contohnya gue, sub-acara yang gue pilih dari Pasar Seni adalah Kampung Intim karena temen sekelompok gue yang anak divisi acara kebetulan megang Kampung Intim, jadi gue dan 2 temen gue yang lain yang aslinya emang anak publikasi cukup bantu bikin proposal-proposalan Kampung Intim (yang materinya 80% dapet dari proposal Pasar Seni dan dari temen gue yang megang itu) plus tentunya bikin publikasi sendiri (bisa berupa poster, flyer, akun medsos, dll), jadi publikasi kita lebih spesifik ke Kampung Intim gitu daripada Pasar Seni-nya. Ngerti kan? Ya begitulah. Intinya di matkul ini kita belajar bikin acara/pameran dan ngepublikasiinnya. Beruntunglah para manusia angkatan gue yang masih tergabung dalam panitia Pasar Seni karena nggak harus bikin acara/pameran dari 0, dan bikin Pasar Seni bisa sekalian ngerampungin tugas. HEHEHE. Good luck ya buat angkatan bawah :P

Kritik Seni Rupa I
Seperti judulnya, di matkul ini kita diajarin buat mengkritik dan menilai suatu karya seni, gimana penulisannya, aspek apa aja yang perlu dikritik, gitu-gitu lah. Cukup kepake nih kalo emang mau jadi kritikus atau bahkan sekedar online reviewer sesuatu yang nggak harus karya seni murni kayak film atau komik, hehehe :P tugasnya pun cukup dateng ke beberapa pameran yang udah ditentuin si dosen dan bikin kritiknya aja, boleh kritik pamerannya secara overall atau salah satu karyanya aja. Begitulah. Btw dosennya sama kayak dosen studio gue yang enak itu, jadi ya selow juga lah kuliahnya.

Sejarah Seni Rupa Indonesia II
Ini lanjutan dari Sejarah Seni Rupa Indonesia I, disebut juga Sejarah Seni Rupa Indonesia Baru. Maaf banget nih berhubung kuliahnya pagi jadi gue suka nggak merhatiin..... Tapi ya jelas kok apa yang dipelajarin, tentang sejarah seni rupa Indonesia tahun 1900an sampe sekarang, bahasannya ya paling tentang Persagi, Lekra, Manikebu, karyanya Affandi, Raden Saleh, dan lain sebagainya. The fun part of this subject is gue seangkatan kuliah lapangan ke Galeri Nasional (yang lagi ada pameran Jakarta 3rd Contemporary Ceramics Biennale) dan Museum Seni Rupa dan Keramik di Jakarta! Yee-ha! Sebenernya acara 'jalan-jalan seni' ini udah lama direncanain bahkan tadinya mau ke Jogja (kebetulan ada ARTJOG) sampe nginep, tapi duit dan pihak kampus berkata lain.. Akhirnya kita cukup jalan-jalan ke Jakarta aja, itupun nggak sampe sehari. Oh ya, jalan-jalan ini ada tugasnya juga kok, tapi perkelompok dan cukup simpel buat paper beberapa halaman aja.

Di Galeri Nasional, gue dan salah satu karya peserta Jakarta 3rd Contemporary Ceramics Biennale (JCCB) dari Jepang yang gue lupa siapa senimannya.. Duh maaf banget ya janji deh ntar gue cari tau!

Sosiologi Seni I
Matkul yang satu ini penuh dengan teori-teori berat, dosen sama kuliahnya serius, materinya pun gue nggak tertarik, jadi yah.. I barely survived haha. Dosennya sih cerdas dan bisa ngejelasin dengan baik, masalahnya kuliah ini diselenggarakan di ruang seminar yang adem dan di jam kuliah sore yang bikin ngantuk, alhasil lo harus berjuang menahan ngantuk kalo bosen sama materinya karena dosen ini suka negur, nanyain, dan marahin mahasiswa yang ketauan tidur dan nggak bisa jawab pertanyaan dia :| selain itu ada tugas perkelompok juga, yang untungnya nggak berat-berat amat karena semua kelompok membahas hal yang sama dan bisa tukeran info. Btw gue bingung kenapa Seni Murni banyak amat yak tugas kelompoknya dan mostly bikin-bikin proposal (untungnya matkul ini nggak, cuma presentasi aja)? Auk ah. Tapi ya untungnya dan anehnya gue dapet nilai bagus disini (nggak nyombong kok ini), padahal gue kira maksimal bakal dapet B.

Okay, that's it for my seventh term in uni. Berhubung gue udah masuk tahun keempat, matkul wajibnya pun makin sedikit, semester 8 ini bahkan gue cuma ngambil 13 SKS, udah termasuk matkul pilihan. Semester 7 nggak terlalu hectic, lumayan nyantai malah apalagi dibandingin tahun ketiga yang intensnya kayak apa, paling yang bikin hectic cuma Publikasi Seni sama Seni Eksperimental. Gue cukup puas dengan output-output tugas yang gue hasilkan di semester 7 sih, meski emang beberapa gue rasa masih kurang maksimal banget. Duh, semoga gue bisa survive dengan output maksimal di semester 8 ini ya! Mungkin di postingan review matkul selanjutnya gue lagi sibuk-sibuknya ngerjain TA atau bahkan udah lulus, pokoknya doakan yang terbaik saja hehe.

Sunday, February 8, 2015

Garuda "Anjir Apaan Nih" Superhero

Halo dan selamat datang di postingan kedua gue di tahun 2015!

Well, alih-alih review akademis, gue ingin me-review hal yang jauh lebih penting: FILM GARUDA SUPERHERO.

Ya.

Gue nonton beberapa minggu lalu sebelum filmnya keburu nggak ada di bioskop, dan harus gue akui, Rp. 25.000 yang gue habiskan untuk beli tiket rupanya nggak sia-sia. Nanti juga lo ngerti kenapa..

DISCLAIMER: REVIEW INI BAKAL PANJANG BANGET DAN BANYAK MEMBEBERKAN ISI CERITA, JADI KALO NGGAK MAU KENA SPOILER ATAU NGGAK MAU BOSEN DULUAN MENDING NGGAK USAH DIBACA.

Oke, langsung aja. Jadi, Garuda Superhero ini disutradarai oleh X.Jo (yang namanya lebih mirip rapper dibanding sutradara) dan diproduksi oleh Garuda Sinergi dan Putaar Sinema. Sebelom nonton film ini, gue udah mendengar hal-hal muluk seperti: film ini dibuat dengan persiapan selama 10 tahun lah, film ini setara Iron Man dan sekelas film Marvel lah (kata Kick Andy, yang belakangan gue ketahui ternyata emang media partner film ini), apa lah. Setelah gue nonton trailer-nya, gue cuma bisa bengong.. Terus cuci muka.

Maka, sebagai pecinta film superhero, sekaligus tidak mau mengulangi penyesalan yang sama akibat dulu tidak menonton Azrax yang akhirnya jadi cult movie, gue pun tergelitik buat liat sejauh apa sih kebenaran hal-hal muluk yang disebutkan di atas.

Film (yang alhamdulillah cuma) berdurasi 80 menit ini dibuka tanpa basa-basi. Gue, dua orang temen gue, serta dua orang lain (satu diantaranya walk out nggak lama sebelum film selesai) yang menjadi satu-satunya penonton di studio, langsung disuguhi serentetan visualisasi CGI yang mantap. Ceritanya, kota Metroland, alias kota Jakarta dengan sentuhan New York yang namanya lebih mirip nama taman bermain milik studio Metro TV saingan Trans Studio daripada nama kota, sedang diserang alien-alien berwujud robotik (yang kostumnya gue dan temen gue sepakat akui lebih bagus dari kostum si superhero-nya sendiri). Alien-alien ini naik semacam alien vessel, pesawat super gede yang mengingatkan gue pada film Avengers dan Captain America: The Winter Soldier. Ah, namanya juga sama-sama film superhero ya. Terpanggil untuk menyelamatkan kota, Garuda sang superhero (Rizal Al Idrus) pun datang menyelamatkan.

Kostum Garuda mengingatkan gue akan kostum seorang tokoh superhero keluaran DC yang identik dengan kelelawar. Apa ya? Hmm, mungkin perasaan gue aja.. (foto via antaranews)

Seperti yang gue katakan tadi, adegan pembuka ini bener-bener tanpa basa basi. Bak buk bak buk, tau-tau Garuda udah ngalahin si pemimpin alien, dan para alien sisanya ujug-ujug menghamba pada Garuda, kira-kira bilang begini: "Siapapun yang mengalahkan pemimpin kami, kami akan tunduk kepadanya." (btw, film ini pake subtitle bahasa Inggris lho, nggak tau juga buat apa.) Tapi Garuda yang berhati emas membiarkan mereka pergi setelah tidak lupa memberi petuah(?) yang sebenernya kurang nyambung. (Pada titik ini, gue udah merasa dialog film ini klise banget. Tapi yasudahlah.)

Alien pergi, kota pun damai kembali. Selesai. Ya, semudah itu. Semuanya hanya dalam waktu 9 menit saja. Gue menunggu roll credits, tapi ternyata film ini belom selesai. Huh. Film ini ternyata beralur mundur, dan penonton pun dibawa flashback menuju saat Garuda belum 'terlahir'. Loh, jadi yang tadi itu beneran pembuka doang ya???

Nah, ternyata dulu ceritanya dunia berada dalam bahaya karena ada asteroid raksasa yang akan menabrak bumi. Lucunya, Indonesia diramalkan akan menjadi negara yang pertama terkena imbasnya. Yah, sebenernya excuse aja sih biar "film superhero Indonesia" ini keliatan masuk akal. Kepanikan penduduk bumi digambarkan melalui beragam footage (yang entah dicomot dari mana aja) dan ditampilkannya siaran berita (yang ceritanya) dari berbagai negara. Bagian ini harus gue apresiasi, karena tim casting mau repot-repot nyari orang-orang bule biar siaran berita dari berbagai negara tersebut terkesan realistis, meski adegannya agak kelamaan dan nggak perlu.. Well, karena sayang kali ya udah susah-susah nge-hire banyak orang asing buat jadi pembawa berita, masa cuma sebentar.

Lanjut. Ternyata, Indonesia udah punya rencana. Para ilmuwan sudah menciptakan semacam roket yang dilengkapi bom berkekuatan ledak besar (10 kali lipat bom atom Hiroshima katanya) yang akan menghancurkan asteroid sebelum ia menabrak bumi. Oh ya, roket ini dinamai Gatotkaca dan bomnya disebut MAC. Bukan, bukan MAC merk make up, tapi singkatan dari Megatron Alpha Cosmosapagituguelupa. Lha kenapa Megatron dibawa-bawa??? Naming sense film ini hebat memang, meskipun nggak scientific atau kurang nyambung, yang penting terdengar keren.

Ngomong-ngomong, sebenernya ada 2 flaw dalam rencana ini: 1. Bumi masih belum sepenuhnya aman dari pecahan asteroid yang hancur karena bom roket tersebut. Iya kalo ancurnya jadi serbuk, kalo kaga? Lalu 2. Kalo emang kekuatan ledak bomnya 10 kali lipat bom atom Hiroshima, berarti bumi bakal kena impact ledakannya juga dong? Secara asteroid-nya udah deket gitu. Eh tapi ini kan film fiksi superhero ya, anything can happen. Baiklah, lanjut review lagi.

Nah, sayangnya, roket dengan bom ini diincar oleh sekomplotan penjahat (yang katanya) kelas dunia yang dikepalai oleh Durja (diperankan oleh Slamet Raharjo, entah dibujuk apa biar mau main disini). Durja dikisahkan telah memiliki catatan kriminal sejak usia 9 tahun hingga sekarang sudah tua dan pake wig yang jelek banget (maaf). Durja punya 3 anak buah mutan (iya, mutan) kepercayaannya. Yang pertama ada Black Widow, eh Canary, eh sori maksudnya Zyu (Alexa Key), cewek seksi yang bertarung dengan dua buah pistol dan entah kenapa adegan yang ada dianya selalu di slow-motion-in. Tokoh Zyu ini adalah tipikal penjahat yang punya markmanship bagus dan lihai dalam close quarter combat. Lalu ada Bane, eh Winter Soldier, eh sori maksudnya Gull, bertubuh paling besar, jarang bicara, dan memakai topeng serta armor besi di kedua tangannya. Gull tipikal penjahat yang berperan menjadi berserker, benar-benar mengandalkan kekuatan fisik dan menyerang secara melee. Terakhir ada Loco, penjahat asal Itali yang sesuai namanya, emang kayaknya gila berantem dan terobsesi untuk menang, berperan sebagai penjahat long-range yang nyerangnya entah pake bazooka, senapan jarak jauh, atau bahkan drone (anjir, modern amat). Yang paling mengganggu gue, selain kebiasaannya buat ngomong sendiri, adalah namanya. Loco artinya gila dalam bahasa Spanyol, dan dia ceritanya orang Itali. Dalam bahasa Itali, Loco artinya SITUS. Bahasa Italinya gila ya PAZZO (thanks Google Translate!). Gue curiga yang bikin nggak tau kalo Loco bahasa Spanyol, bukan Itali. Yoweslah, seperti yang gue katakan tadi, naming sense film ini emang hebat. Maaf esmosi. Lanjut.

Penampakan ketiga mutan musuh superhero kita. dari kiri ke kanan: Loco, Zyu, dan Gull minus topeng.

Seperti yang sudah diduga, Gatotkaca dengan mudahnya jatuh ke tangan Durja cs. Padahal sebelumnya dijelaskan bahwa Gatotkaca telah disimpan di Pusat Peragaan IPTEK Taman Mini laboratorium dengan pengamanan berlapis-lapis, tahan gempa dan ledakan, dan berbagai sesumbar lainnya. Waktu para ilmuwan yang membuat Gatotkaca disandera Durja cs pun, sama sekali tidak ada bantuan yang muncul. Rupanya tempat penyimpanan benda se-masif itu hanya dijaga oleh sekawanan ilmuwan tidak bersenjata dan beberapa orang guard yang di awal sudah dihabisi Zyu dan kawan-kawan dengan mudah. Oh ya, saat para ilmuwan disandera ini, kita disuguhi akting Slamet Rahardjo sebagai Durja yang menawan. Durja digambarkan sebagai penjahat yang sinting dan ingin memainkan perasaan lawannya, yang mengingatkan saya pada Jok--ah sudahlah.

Ngomong-ngomong, kemana Garuda?

Rupanya kala Indonesia pontang-panting, Garuda alias Bruce Way—eh Bara Derma, anak direktur perusahaan besar Derma Corporation, malah menyendiri di Tibet. Tadinya gue kira doi lagi berguru sama Ra's Al Ghul, lalu gue inget ini beda film. Ternyata Bara menyendiri demi berlatih agar lebih kuat dan bermeditasi untuk melupakan segala kegalauannya, termasuk fakta yang baru-baru ini ia temukan yakni bahwa ia bukan anak kandung ayahnya. Bara yang bernama asli Garuda Nusantara (buset, nama anak ape nama maskapai penerbangan?) ini merupakan anak kandung dari seorang polisi yang meninggal saat melindungi Thomas dan Martha Wayne dari sekawanan perampok. Eh bukan itu ya nama bapak ibunya? Aduh maaf salah. Ya intinya begitulah, pada akhirnya pasangan konglomerat tersebut mengangkat Bara yang yatim piatu menjadi anak mereka.

Nah ini si Bara pas lagi latian di Tibet.. Eh bentar bentar, kok kayaknya ada yang beda

Balik ke Tibet, Bara kedatangan seorang sahabatnya, Zack, yang tokohnya nggak lain cuma berperan jadi comic relief seperti halnya ratusan film lain yang punya stereotip tokoh "sahabat konyol" untuk mencairkan suasana. Bukannya lucu, tokoh Zack ini malah bikin gue kasian karena Bara dingin banget sama sahabatnya. Well, Bara emang digambarkan (atau nggak sengaja berakting) sebagai cowok yang dingin dan kaku sih, cuma ini beneran nggak ada chemistry-nya, gue jadi mikir kedua tokoh ini beneran sahabatan nggak sih? Tau ah. Setelah Zack datang, Bara kembali ke Indonesia karena ternyata nyawa ayah angkatnya, Pak Derma, berada dalam bahaya. Gue agak lupa sih bagian sini, intinya Pak Derma dipaksa untuk mentransfer sejumlah besar uang kepada Durja cs. Oh ya, transfernya canggih lho cuma lewat laptop dan mirip kayak kalo lo lagi install game, ada loading bar-nya udah berapa persen ke-transfer. Trus selesai transfer tau-tau Pak Derma kena tembak, dan Bara telat buat menyelamatkan beliau. Hmmm.. Plot yang tampak familiar ya.

Yak, loncat ke tempat lain, entah beberapa hari setelahnya. Seorang ilmuwan buron yang dulu pernah bekerja untuk Red Skull—eeeh maksudnya komplotan Durja untuk membuat serum super, ditemukan oleh orang-orang bayaran Durja yang berniat merebut kembali serum super tersebut. Mau tidak mau bapak ilmuwan tersebut pun melarikan diri, dan atas restu screenwriter dan sutradara, beliau menyebrang jalan tepat saat Bara lagi asik-asik nyetir sports car-nya (yang entah dipinjem X.Jo darimana) dan hampir tertabrak. Singkat cerita, sang ilmuwan ikut naik mobil Bara dan menjelaskan tentang keadaannya, bahkan menawarkan Bara untuk menggunakan serum tersebut, karena menurutnya, serum tersebut hanya pantas untuk digunakan pada orang sesempurna Bara (tolak ukur ilmuwan ini dari mana gue juga kurang paham). Bara pun setuju, dan tibalah kita pada adegan yang akan mengingatkan kita pada adegan transformasi pertama Hulk, Wolverine dan Captain America. Tapi yah, bukannya di setiap awal film selalu ada disclaimer "kesamaan nama tokoh, tempat, waktu, dan peristiwa hanyalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan"? Jadi kemiripan yang terlalu sering ditemukan di film ini ada baiknya tidak perlu terlalu kita pikirkan.

Bara dan si ilmuwan sesaat sebelum serum disuntikkan ke tubuh Bara. Tapi kok kayaknya ada yang salah ya..

Eniwei, percobaan serum beradegan generik itu ternyata berhasil; Garuda sang pahlawan super bercitarasa lokal pun lahir! Horeee! Filmnya udah mau selesai! Tak lupa, Bara dan sang ilmuwan pun merayakan keberhasilan mereka dengan.. Makan sebungkus kacang Garuda. Iya, kacang Garuda. Rahang gue dan temen gue hampir copot capek ketawa liat adegan product placement super awkward ini.

Sudah percaya diri dengan identitas dan kekuatan barunya sebagai Garuda (yang sebenernya nggak terlalu banyak berubah, badannya juga nggak berubah malah, cuma pake kostum doang), Bara bekerja sama dengan GCPD—ehm, pihak kepolisian Metroland maksudnya, untuk melawan komplotan Durja di markasnya. Harusnya ini jadi final epic battle yang menegangkan ya, tapi entah kenapa gue cuma bisa ngangkat alis nontonnya. Adegan berantem terasa flat bahkan di beberapa momen—saat melawan Gull misalnya—terasa agak bodoh. Belum lagi efek-efek spesial yang bisa dibilang kualitasnya bikin temen gue tiba-tiba merasa pede sama tugas motion graphic-nya yang ampas banget. Dan melihat kesuksesan film pertama The Raid, mungkin X.Jo merasa harus memasukkan gimmick ke dalam adegan berantem ini, layaknya Mad Dog dengan "pake tangan lebih greget"-nya. Bedanya, disini si pembawa gimmick adalah komisaris Jim Gor—aduh maaf salah mulu, maksud gue seorang polisi pentolan yang diperankan Agus Kuncoro, dimana sebelum berduel melawan Zyu, ia meletakkan dulu kacamata hitam yang sepanjang film ia kenakan sambil berkata, "Sebentar, pemberian istri saya. Takut pecah.". Ya, untuk bagian ini, saya akui X.Jo berhasil membuat dialog yang cukup memorable.. Walau sebenernya cukup cheesy.. Dan temen-temen saya pun nggak merasa terkesan. Hahaha.

Oke, gue nggak mau membeberkan secara detail gimana adegan-adegan pertarungannya hingga Durja kalah (hei ini bukan spoiler, namanya film superhero pasti superhero-nya yang udah pasti menang, 'kan?). Yang pasti: penyelesaiannya sangat amat deus ex machina. Kalo nonton juga bakal ngerti, deh. Intinya, pada capek-capek berantem, ujung-ujungnya yang berjasa buat mengalahkan Durja cs dan merebut kembali Gatotkaca bukanlah Garuda si protagonis utama, tapi seorang tokoh random yang baru diperkenalkan di adegan tersebut dan keberadaannya terasa dipaksakan. Duh. Gapapa deh, yang penting Durja cs kalah dan Gatotkaca kembali ke tangan yang benar.

Tapi eits, masalah belum selesai karena si asteroid yang hendak menabrak bumi belom dihentikan. Mungkin karena Garuda kebanyakan nonton film dan terinspirasi dari peran Iron Man di film pertama Avengers, Batman di The Dark Knight Rises, dan Superman di Superman Returns, doi menawarkan diri untuk membawa sendiri bom Gatotkaca ke luar angkasa, langsung ke asteroidnya. Tiap superhero kan perlu seenggaknya sekali melakukan suicide mission biar keliatan heroik dan dramatis, mungkin begitu pikir Garuda. Ide sutradara dan scriptwriter Garuda ini disetujui para pejabat negara, dan adegan heroik Garuda pun disiarkan secara live di TV. Entah maksudnya untuk menggugah gue dan segenap penonton film lainnya agar terharu apa gimana, ceritanya orang-orang yang menonton aksi Bara di TV semuanya serempak ngasih hormat, sayangnya kurang scoring dramatis aja sih. Gue curiga mas-mas yang ngurus scoring sempet kepikiran buat masukin lagu Indonesia Raya di adegan ini, tapi nggak jadi karena takut menghina, masa lagu sakral jadi scoring film abal-abal.

Dan ya, seperti yang kita semua telah ketahui, asteroid berhasil diledakkan, bumi selamat, bahkan nggak ada debris yang jatuh, dan Garuda (sayangnya) tetap hidup! Wow mejik! Teori gue tentang dua flaw terhadap rencana ini dipatahkan gitu aja sama X.Jo. The End. Sungguh ending yang fantastis dan.. Predictable.

Baiklah, gue minta maaf kalo detail filmnya ada yang miss atau salah, jujur gue juga udah agak lupa. Sekarang gue coba menilai satu-satu dari beberapa aspek filmnya ya.

Plot:
X.Jo dan scriptwriter-nya keliatan sangat mencintai film-film superhero, terlihat dari banyaknya homage yang ditampilkan sepanjang film, termasuk dari segi cerita. Saking banyaknya homage yang ditampilkan sampe-sampe gue nggak inget lagi nonton film apa. Sampe gue liat CGI dan akting yang kacau banget trus gue inget ini film Garuda Superhero. Intinya, dari segi plot, film ini jauh dari kata orisinil. Plot hole yang bertebaran disana sini mengingatkan gue pada jalanan depan kosan gue yang bolong-bolong diabaikan pemda. Bedanya, disini sutradara dan scriptwriter yang mengabaikan.

Akting:
Pribadi, gue nggak ada masalah sama akting Slamet Raharjo dan Agus Kuncoro yang notabene sudah punya nama. Aktingnya memang oke, terutama Slamet Raharjo yang bisa berakting gila. Gue juga masih memaklumi akting-akting kaku para pemeran pembantu yang cuma muncul bentar seperti adik Bara, pacar Bara (yang tujuan keberadaannya di film ini sangat gue pertanyakan), sahabat Bara, para pejabat, para ilmuwan, dll yang bikin gue bertanya-tanya ini orang pada di-casting dulu apa kaga. Yang bikin gue kesel adalah akting Rizal Al Idrus sendiri sebagai Bara/Garuda, yang harusnya jadi jantung dari film ini. AKTINGNYA KAKU BANGET WOI BUSET. Tiap dialog ia sampaikan dengan datar, sering terkesan dingin malah. Gara-gara itu, perannya sebagai superhero jadi sama sekali nggak lovable, nggak berhasil mengikat penonton atau bikin penonton mendukung dia. Melihat akting doi dan pemeran utama Bima Satria Garuda, gue berasumsi kalo bintang L-Men sepertinya kurang cocok kalo ditarik ke dunia akting, jadi binaragawan aja udah cucok deh. Oh ya, saking kakunya akting mayoritas aktor dan aktris dalam film ini, sampe-sampe dialog atau adegan yang harusnya nggak lucu malah bikin gue dan temen gue terpingkal-pingkal karena emang jadi aneh banget. :))

Efek:

Coba cek trailer-nya disini dan simpulkan sendiri. Sebagai anak fakultas seni dan desain, jujur aja, efek CGI di film ini bikin gue lebih pede untuk mempublikasikan karya gue. Kalo tim sfx Garuda Superhero aja pede, kenapa gue nggak? Terima kasih Garuda Superhero! Also, ayo tepuk tangan sebagai bentuk apresiasi pada tim sfx Garuda Superhero yang sangat berdedikasi pada teknologi green screen yang sudah ketinggalan jaman!

Scoring:
Loh.. Ada ya scoring-nya? Maaf, gue terlalu sibuk tercengang melihat suguhan visual spektakuler film ini.

Lain-lain:
Cameo dari Jupe sebagai guru TK (?) dan Yusuf Mansur sebagai Mentri Agama cukup menghibur. Product placement sponsornya menakjubkan sekali, terakhir gue liat product placement sekeren itu ya di film Habibie Ainun. Nggak ada rasa malu atau subtlety-nya blas, yang penting produk sponsor nampang dengan jelas dan istimewa di film. Selain itu mungkin tim kreatif yang nanganin CGI film ini bisa mempertimbangkan untuk lebih menahan nafsunya dan sebagai gantinya bisa meminjamkan salah satu rumah atau kamar mereka sebagai tempat syuting, karena adegan kamar dengan green screen itu nggak banget.. I mean adegannya cuma di dalem kamar ente pake CGI??? Emang nggak lebih gampang syuting di kamar ya??? Ah entahlah, mungkin mereka kebanyakan waktu luang. Inget kan, persiapan film ini konon memakan waktu 10 tahun?

Jadi, apakah gue merekomendasikan film ini untuk ditonton?

Well.. Pada saat gue ngetik ini, film ini udah lenyap dari peredaran sih. Tapi kalo seandainya bakal dirilis DVD-nya apa gimana, ya tonton aja. Itupun kalo lo kuat 1,5 jam nonton CGI ancur-ancuran plus akting ala kadarnya. Dan oh, jangan sama-samain film ini sama Azrax ya, karena secara level juga beda, dan awas diamuk fanboy Azrax wkwkwk. Eniwei, gue cuma mau bilang kalo film Garuda Superhero ini penuh dengan ambisi dan idealisme sutradaranya yang berlebihan. Saran gue jangan terlalu ambisius atau idealis deh dengan bikin film superhero muluk-muluk yang full CGI gini, mending bikin film dengan premis dan setting sederhana tapi cerita orisinil dan akting para pemerannya dimaksimalin, digodok abis-abisan. Daripada jadinya film superhero half-assed gini? Iya elunya mungkin puas, penontonnya kaga. Huh.

Rating yang gue kasih?

Naon/10. Dah.